Pada hari Kamis tanggal 28 Pebruari 2013 pukul 14.50 Wita merupakan hari terakhir bagi si kera “Nakal” setelah 5 butir timah panas anggota Perbakin menembus tubuhnya. Dua korban terakhir si kera “nakal” adalah I WAYAN GEDE ASTAWA, 45 tahun, laki-laki, petani warga Banjar Nesa Desa Banjarangkan yang mengalami luka gigitan pada betis kiri hingga mendapatkan 33 jaritan di RSUD Klungkung pada hari Senin tanggal 25 Pebruari 2013 sekitar pukul 19.00 Wita, dan I WAYAN MERTA, 43 tahun, laki-laki, petani warga Banjar Selat Desa Banjarangkan yang mengalami luka gigitan pada betis kaki kanan sehingga mendapatkan 2 buah jaritan pada hari Rabu tanggal 27 Pebruari 2013.
Atas keberhasilan dari team pemburu kera “nakal” yang terdiri dari anggota Perbakin dari beberapa kabupaten di Bali yang menyertakan 5 ekor anjing pelacak, personil Kantor Camat Banjarangkan, Koramil 1610-02 Banjarangkan, Polsek Banjarangkan dan warga Desa Banjarangkan tersebut seluruh warga masyarakat Desa Banjarangkan dan Desa Tusan mengucap syukur dan berterimakasih kepada team khusus yang dibentuk berdasarkan hasil rapat antara Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Klungkung, Camat, Danramil, Kapolsek, Perbekel Desa Banjarangkan, serta Bendesa Adat Koripan yang dipimpin oleh Sekda Kabupaten Klungkung I Ketut Janapria pada tanggal 27 Pebruari 2013 yang membuat Posko di areal persawahan Subak Delod Semaagung. Setelah berhasil melumpuhkan sikera, bonuspun mengalir kepada team pemburu diantaranya: dari LPD Dusun Koripan Tengah sebesar Rp. 500.000, Perbekel Desa Banjarangkan Rp. 1.000.000, Camat Banjarangkan Rp. 2.000.000 untuk team dan Rp. 1.000.000 untuk pakaian si “Bleki” anjing pemburu yang berhasil mengendus keberadaan sikera, tidak ketinggalan Sekda Klungkung I Ketut Janapria menggelontorkan bonus sebesar Rp. 1.000.000.
Sekda Klungkung I Ketut Janapria dalam kesempatan tersebut memberikan pemaparan tentang ahimsa yaitu ajaran dalam agama Hindu yang melarang melakukan pembunuhan namun hal ini dapat dikecualikan apabila yang dibunuh tersebut untuk dimakan, untuk keperluan upacara keagamaan dan ngerebeda (membuat onar) sehingga wenang (boleh) dibinasakan. Untuk para korban gigitan dihimbau untuk menghindarkan luka bekas gigitan kontak dengan air serta mengkonsumsi obat anti biotik sesuai petunjuk dari dokter. Untuk mayat kera kemudian dikubur dan kepalanya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjangkitnya sikera oleh penyakit rabies atau tidak.