Klungkung adalah kabupaten terkecil di Provinsi Bali, meskipun demikian Klungkung terkenal sarat dengan obyek wisata sejarah. Pada abad XVI misalnya, Gelgel—ibukota Klungkung— pernah menjadi pusat pemerinta han Susuhunan Bali, Dalem Watu renggong. Bahkan, ketika Keraja an Majapahit runtuh, Dalem Watu renggong sempat memproklamir kan kemerdekaan Bali sebagai negara merdeka, lepas dari bagian Majapahit. Sejarah juga mencatat, ketika meletus Perang Puputan Klungkung 28 April 1908, pucuk pimpinan tentara Belanda di Bali, Mayor Jenderal Michels, tewas oleh serangan prajurit Kerajaan Klungkung. Di kalangan arkeolog dan wisatawan, Kabupaten Klungkung, yang menempati wilayah seluas 312 kilometer persegi ini, memang memiliki pesona tersendiri. Tak sedikit arkeolog yang datang ke Gelgel karena diyakini memiliki banyak situs sejarah.
Pura Dasar Bhuwana Gelgel terletak di Desa Gelgel, sekitar 6 km sebelah selatan Semarapura—ibukota Kabupaten Klungkung sekarang—ini memiliki nilai sejarah yang tinggi. Bagi umat Hindu, keberadaan bangunan ini begitu sentral, disamping memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Pada masa pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460), pura ini pemah direstorasi dengan mengadakan perubahan secara besar- besaran, meniru bentuk pura di Majapahit. Tidak sampai di situ, penyempurnaan pura juga dilakukan penerusnya, Dalem Waturenggong (1560-1550). Atas inisiatip purohita (pandita kerajaan), Dang Hyang Nirartha, pura ini kemudian dilengkapi dengan Palinggih Padma Tiga, hingga bentuk dan strukturnya lebih kompleks, seperti sekarang ini.
Banyak keunikan yang bisa kita temui di pura ini. Selain terdapat palinggih (bangunan suci) tempat memuja Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME), juga terdapat palinggih tempat memuja arwah suci leluhur catur warga (empat warga- golongan). Konon, ketika mereka sedang bersembahyang memuja Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME), langsung disaksikan oleh para leluhumya masing- masing, yang juga turut sembahyang.
Dalam perkembangannya, selain fungsi utamanya sebagai tempat sembahyang (fungsi vertikal), pura ini juga menjadi media untuk menjalin dan meningkatkan kerukunan umat Hindu ( fungsi horizontal ), baik antar famili maupun universal. Belakangan, keunikan ini menjadi magnet Pura Dasar Bhuwana Gelgel untuk menyedot wisatawan. Waktu yang paling tepat untuk mengunjungi pura ini adalah saat diadakan pujawali (pura ceremony), setiap Senin Kliwon Kuningan (kalender Bali), atau lima hari setelah Hari Raya Galungan. Pada saat itu, suasana meriah dan sangat ramai.