Pura ini sangat terkenaL Namanya Pura Penataran Agung Ped (kata Ped sering ditulis dan diucapkan Peed). Tapi pura ini sering disebut Pura Dalem Peed. Letak pura ini di Desa Peed, Sampaian, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Untuk menuju pura ini, umat harus menyeberang laut sekitar 30 menit dari Pelabuhan Padangbai. Bisa juga dari Pantai Sanur, Denpasar, namun perjalanannya tentu lebih lama.
Karena pengaruhnya yang sangat luas, Pura Penataran Agung Ped disepakati sebagai Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon kerahayuan. Bagaimana sejarah pura ini? Pura ini menyimpan banyak cerita menarik, bahkan sedikit berbau "seram".
Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Penataran Agung Ped sangat simpang-siur. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan perdebatan yang lama. Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya berjudul Selayang Pandang Pura Ped berpendapat, kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah Pura Dalem Penataran Ped, Jadi, satu pihak menonjolkan "penataran"-nya, satu pihak lainnya lebih menonjolkan "dalem"-nya.
Beberapa sumber menyebutkan, pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem. Dalam buku Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapct yang sakli di Pura Dalem Nusa.
Saking saktinya, lapel-tapel itu bahkan mampu menyetnbuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sebclumnya, Ida Pedanda Abiansemal kehilangan ' tiga buah tapel. Begitu menyaksikan tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang dari kediamannya. Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, letapi ke seluruh pelosok Bali. Termasuk, warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa. Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka, Permohonan itu terkabul. Tak lama berselang, penyakil lanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan. Hasil panenpun berlimpah.
Sesuai kaulnya, warga kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacaramapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski pun ada kata "dalem", namun bukan berarti pura tersebut mempakan bagian dari Tri Kahyangan. Yang dimaksudkan "dalem" di sini adalah merujuk sebutan raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Cede Nusa atau Ratu Cede Mecaling.
Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa. Beberapa meter mengarah ke selatan ada Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih yang ada di dalamnya. Pura ini berfungsi sebagai tempat penyucian.
Mengarah ke baratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timurnya ada lagipelebaan Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain sesuai fungsi pura masing-masing. Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua area yakni Area Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Area Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu Mas. Kedua area itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.
Adanya perbaikan-perbaikan yang secara terus-menerus itu, membuat hampir seluruh bangunan yang ada di pura ini terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari semen dan kapur. Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bambu yang bersifat darurat, tetapi di sini dibuat permanen dengan plesteran semen.
Ada beberapa pantangan yang harus diikuti jika nangkil ke pura yang diempon 18 desa pakraman ini. Misalnya, umat disarankan agar tidak membawa uang dengan melipatkan tangan ke belakang. Jika itu dilanggar, uang itu bisa hilang sebagian. Begitu juga saat makan agar tidak sambil berdiri atau jongkok. Jika pantangan itu dilanggar, makanannya akan cepat habis tanpa member! kekenyangan.
Purusa Pradana
Pura Dalem Penataran Ped merupakan tempat memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai pencipta Purusa dan Pradana. Menurut Drs. I Ketut Wiana, M.Ag, Purusa itu adalah kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa.
Ada cerita menarik dari pura ini. Dalam Lontar Ratu Nusa dicerilakan Bhatara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohani dan berputra Dalem Sahang. Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jarnbu Dwipa, Kompyang, Dukuh Jumpungan. Dukuh Jumpungan itu lahir dari perlemuan Bhatara Guru dengan Ni Mrenggi, Dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang disebut "limun". Karena itu disebut Hyang Kalimunan.
Kama Bhatara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murii dan menjadi manusia. Setelah diajar berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian oleh Hyang Tri Murti, beliau diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal sebagai I Mecaling. Menurut Wiana, inilah yang selanjutnya disebut Ratu Cede Nusa.
Ratu Cede Nusa ini berpenampilan sepetti Bhatara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (aim) dari Geria Tainan, Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian sejarah pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan: Saat Bhatara di Gunung Agung, Batu Karu dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali, beliau diiringi oleh 1.500 makhluk halus (wong samar). Lima ratus wong samar itu dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Cede Nusa atas waranugraha Bhatara di Gunung Agung. Bhatara di Gunung Agung memberi waranugraha kepada Ratu Gede Nusa atas tapa bratanya yang keras. Atas tapa brata itulah Bhatara di Gunung Agung memberi anugerah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan ajaran agama vang dianutnya.
Di Pura Dalem Penata.an Ped ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi. Dengan demikian, Pura Dalem Penataran Ped itu merupakan pemujaan Siwa Durgha dan pemujaan raja disebut Pura Dalem. Mengapa disebut sebagai Pura Penataran Ped, tiada lain karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi, pemujaan Bhatari Uma Durgha.
Artinya, Pura Penataran Ped ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi Pura Puncak Mundi. Di pura inilah betemunya unsur Purusa dari Bhatara di Gunung Agung dengan Bhatari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur inilah yang akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut rambut sedana.
Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyipenan dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Ped ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mcndampingi raja memimpin Bali. Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung. Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan bahwa Dalem Klungkung melakukan upaya menyatukan Nusa dengan Bali.